
Jakarta, 15 Juni 2025 – Ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran tampaknya tak hanya memengaruhi sektor energi dan militer global. Dunia aset digital, khususnya Bitcoin, ikut terpukul. Dalam sepekan terakhir, nilai Bitcoin sempat anjlok hingga hampir 5%, menyentuh titik terendah di kisaran USD 102.822.
Kondisi ini memicu kepanikan di kalangan investor kripto. Ketika misil ditembakkan, pasar merespons dengan aksi jual besar-besaran. Namun, di balik penurunan tajam ini, para analis justru melihat sinyal bahwa badai hanya sementara.
Ketegangan Menekan, Tapi Tidak Mematikan
Menurut Marcin Kazmierczak, salah satu pendiri dan COO RedStone, situasi saat ini memang penuh tekanan. Ia mencatat lebih dari USD 427 juta posisi long di Bitcoin dan Ethereum dilikuidasi dalam waktu singkat, menyusul eskalasi serangan dari Israel ke fasilitas nuklir Iran.
Namun, Kazmierczak menilai bahwa kondisi seperti ini bukan kali pertama terjadi. Ia mengingatkan bahwa insiden serupa—seperti pada April 2024 lalu—telah menunjukkan pola: pasar kripto anjlok saat konflik meningkat, tapi kembali pulih begitu ketegangan mulai mereda.
“Ini bukan akhir, justru bisa jadi awal peluang beli,” ujar Kazmierczak dalam pernyataan resminya.
Narasi Bitcoin Bisa Berubah
Meski tekanan geopolitik bisa terus berlangsung, para analis optimis Bitcoin bisa kembali naik, terutama jika narasi makroekonomi global mulai mendukung. Dengan latar suku bunga yang berpotensi turun dan inflasi yang mulai terkendali, aset-aset berisiko seperti kripto bisa mendapat napas segar.
Kazmierczak menekankan bahwa kebangkitan harga sangat bergantung pada satu hal: berapa lama konflik ini akan berlangsung. Jika ketegangan dapat segera diredakan, rebound Bitcoin hampir pasti terjadi.
Satoshi Nakamoto dan Aset Digital Tak Tersentuh
Di tengah gonjang-ganjing pasar, nama Satoshi Nakamoto kembali menghiasi berita. Sosok misterius di balik penciptaan Bitcoin kini disebut-sebut memiliki aset senilai lebih dari Rp 1.900 triliun. Jumlah ini berasal dari sekitar 1,096 juta BTC yang masih diam di dompet digital sejak 2009–2010, tak tersentuh hingga sekarang.
Dengan harga Bitcoin yang sempat menyentuh USD 111.980 pada 22 Mei lalu, nilai kekayaan Nakamoto sempat mendekati USD 120 miliar, menjadikannya salah satu individu terkaya di dunia—setidaknya di atas kertas.
Koreksi Sementara, Keyakinan Tetap Menguat
Meskipun Bitcoin sempat menyentuh puncak sebelum terkoreksi akibat sentimen negatif dari konflik Timur Tengah, para investor jangka panjang tak tampak goyah. Apalagi, data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan sempat mendorong ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga—sebuah kondisi yang sangat menguntungkan bagi pasar kripto.
Dengan fundamental kuat dan adopsi institusional yang terus berkembang, Bitcoin bukan sekadar aset spekulatif—ia adalah simbol dari arus keuangan baru yang tak bisa diabaikan.
Kesimpulan: Antara Konflik dan Keyakinan
Meski konflik antara Israel dan Iran sempat mengguncang pasar, banyak pihak percaya bahwa koreksi harga ini bersifat sementara. Ketika debu mereda dan sentimen membaik, Bitcoin bisa kembali ke lintasan kenaikan—mungkin lebih cepat dari yang dibayangkan.
Bagi investor yang cermat, ini bukan momen panik. Ini adalah peluang.